Perkataan syair menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti ‘cerita yang bersajak (tiap-tiap sajak terdiri dari empat baris yang berakhiran bunyi yang sama). Menurut kamus itu juga syair dapat berarti, sanjak atau puisi.(W.J.S.Poerwadarminta,
l986). Istilah ‘syair’ berasal dari perkataan Arab, shi’r yang secara umum bermakna puisi (a poem, poetry). Sedangkan sha’ir bermakna penulis puisi, penyair atau penyajak (a poet). Perkataan sya’ir untuk vokal orang Melayu nampaknya lebih sesuai. Sehingga menjadi terbiasa disebutkan syair untuk karya puisi dan penyair
sebutan untuk penulisnya. Dari pendapat beberapa ahli dapat dikatakan bahwa syair Melayu, tidak berasal dari syair Arab atau Parsi, walaupun kaitannya ada. Permulaan penulisan syair dilakukan Hamzah Fansuri seorang penyair sufi Aceh yang dari karya-karyanya nampak ada pengaruh puisi Arab-Parsi.
Tentang istilah syair ini menarik juga pendapat DR Harun Mat Piah, ‘Suatu hal lagi yang harus dipertimbangkan bahwa syair, dalam peringkat awalnya adalah suatu genre sastera lisan, sama seperti genre-genre sastra yang lain atau puisi, seperti pantun, mantera, teromba dan lain-lain. Karena itu menyebutkan sesuatu kata atau istilah tidak berdasarkan penglihatan tetapi pendengaran; dan penyebutannya itu lebih tertakluk kepada sistem bunyi bahasa yang berkenaan, khususnya bahasa pertuturan atau lisan. Justru itu syair atau syi’r disebut juga sa’e atau sa’iyo dalam
bahasa Melayu, sayer dan singir (atau geguritan) dalam bahasa Jawa’.(Harun Mat Piah, l989, 2ll,2l2). Mengikuti jalan pikiran DR Harun Mat Piah diatas syair bagi orang Gayo yang menggunakan sastra lisan menyebutnya menjadi syair atau syaer. Dan penambahan kata Gayo setelah kata syaer menjadi sebutan ‘Syaer Gayo’ merupa
kan penegasan bahwa syair itu menggunakan bahasa Gayo. Seperti diketahui bahasa Gayo digunakan oleh orang Gayo yang mendiami Aceh Tengah, Aceh Tenggara (Belangkejeren) dan Aceh Timur (Lokop).
BENTUK DAN STRUKTUR
Bentuk syair (=kekata) ‘Syaer Gayo’ sebagaimana halnya bentuk syair Indonesia-Melayu pada umumnya merupakan puisi empat baris. Namun demikian dari karya beberapa penulis Syaer Gayo seperti, Tgk. Abdurrahim Daudy (Tgk. Mudekala), Tgk Chalidin, Tgk. H. Harun Rasyid, Tgk. H. Sulaiman, Tgk. H. Geucik Mongal, Tgk. Abdul Jalil Bahagia, Tgk Ashaluddin dll ada usaha penyair menghasilkan karya dengan baris yang bebeda-beda. Coba kita lihat contoh dibawah ini.
l. Syair satu bait dalam dua baris dengan rima a-b, a-b, a-b dan seterusnya.
sara riwayat masa Rasulullah
i nenggeri Madinah nge ara terjadi
Nabi Muhammad belum kubelang
male semiang hari raya haji
nge mari semiang nabi pe ulak
i engone kekanak dele penadi
i lahni dene nge mute tamun
enge merun-erun kusokuini
maklum la kekanak turun rerayan
menyeluk pekayan si jeroh belangi
(Chalidin l99l)
Dari segi bentuk penggalan syair ‘Cerite Anak Yatim’ ciptaan Tgk. Chalidin (lahir th l920) ini, tergolong syair dua baris sebait. Bila kita lihat dari segi isi merupakan kisah di zaman Nabi Muhammad.
2. Syair empat baris dalam satu bait dengan rima a-a-a-b.
Ke anak Edem ulak ku Tuhen
bier rawan atawa banan
oya nge putus bene amalan
melengkan taring tulu perkara
Pertama sedekah jeriah
tengah i denie mera posah-osah
ku mesjid atawa ku mersah
mera munosah ku jelen agama
(Harun Rasyid, l980, 53)
Petikan syair ‘Apabile Mate Anak Edem’ karangan Tgk. H.Harun Rasyid ini berisi kisah yang menceritakan prikehidupan manusia. Bila ia meninggal maka putuslah hubungannya kecuali dengan tiga hal. Tiga hal ini diceritakan satu persatu yang dimulai dengan sedekah dan seterusnya.
Contoh lain syair empat baris dalam satu bait dengan rima a-a-a-b merupakan karya Tgk H. Sulaiman berjudul ‘Rukun Imen’. Penggalannya sebagai berikut.
Rukun imen si onom perkara
Turah kite yakin urum percaya
Ipenge mi keta ini sara sara
Wo ine ama enti kurang kurang
Yang pertama ku Tuhen Illahi
Oya si wajip turah ipercayai
Kekite umet urang Islamni
Dele bukti kite engon terang
(Sulaiman l992, 2 )
3. Syair empat baris dalam satu bait dengan rima a-b-a-b.
Sagi pendari munyamut perkataan
ike manat ni seltan kami jamuri
kami tiro tulung mudah-mudahan
kami tasonen kujantung hati
Kadang nge beta tekedir ni Tuhen
keturahe seltan minah nenggeri
enta kune oyape gere tertehen
gelah kami julen bersagi pendari
(Abdurrahim Daudy, l979, 54)
4. Syair empat baris dalam satu bait dengan rima a-b-c-b.
Nabi Muhammad nge bercerak
munyeder uak ku kite bewene
nggih tetine penyakit i turun Tuhen
melengkan besertaan urum taware
Tiep-tiep penyakit arale uak
oya segerak nise turune
si mubetih uak jema si mubetih
si depet mumilih tabib si pane
(Abdurrahim Daudy l984, 68)
Syair dua bait diatas merupakan petikan dari syair berjudul ‘Ara Penyakit Ara Uak’ karya Tgk. Abdurrahim Daudy. Di dalam syair ini di ceritakan bahwa Nabi Muhammad sudah menyatakan kepada semua orang bahwa Tuhan telah menurunkan penyakit beserta dengan obatnya. Di ceritakan pula bahwa yang mengetahui obat
penyakit adalah orang yang mengetahui yakni tabib. Sebuah karya lainnya dari tangan Tgk. Abdurrahim Daudy berjudul ‘Kaming Pinyemen’, nampak berbeda dengan bentuk syair-syair yang sudah disebut diatas. Petikannya sebagai berikut,
Berkata Nabi Muhammad
ku sehebet-sehebet
munyeder kekeberen
merake ko ini kuseder
sara kekeberen
ni kaming pinyemen
Bewene sehebet
renyel berunger
cubemi i seder oya kekeberen
adapun renyel Nabi Muhammad
dabuh berkata
oyale Cine bota kaming pinyemen
(Abdurrahim Daudy l984, 59)
TEMA DAN ISI
Tema dan isi Syaer Gayo merupakan tafsiran kitab suci Al-Qur’an, menyampaikan petuah-petuah agama, meriwayatkan kisah hidup nabi dan para sahabat. Bagaimana hubungan anak dan orang tua, sopan santun antara suami isteri dan keluarga secara keseluruhan dapat juga kita lihat diungkap lewat syaer Gayo. Melihat hasil karya para penyair syair Gayo seperti, Tgk. Yahya bin Rasyid (Tgk Ye), Tgk. Abdurrahim Daudy, Tgk.Chalidin, Tgk.Chatib Bensu, Tgk. H. Harun Rasyid, Tgk. H.Sulaiman, Tgk H. Geucik Mongal, Tgk Abd.Jalil Bahagia, Tgk Ashaluddin dan lain-lain, dapatlah digolongkan kepada beberapa golongan. Misalnya, syair sejarah, syair keagamaan dan syair nasihat.
Syair sejarah, umumnya bercerita tentang peristiwa-peristiwa. Biasanya dalam syair sejarah ditampilkan tentang watak pelakunya, negeri dan kota tempat kisah berlangsung. Sebuah contoh syair sejarah yang cukup populer di Negeri Gayo, ditulis oleh penyair Tgk. Abdurrahim Daudy berjudul, ‘Sejarah Daerah Dan Suku
Gayo’. Petikannya sebagai berikut,
Tekala uren rane remane
asalni ni Gayo mulo pertama
daerah kiteni lauten ijo
gere ilen mutuho uken urum toa
Tekala kerpe jarum jemarum
gere ilen malum sara urum roa
ike manusiepe gere ilen murum
gere ilen mepun jenis ni bangsa
Ara roa jema i nenggeri Rum
jema wa murum sara ine ama
keta si bensu memegang hukum
abange urum rakyat jelata
Tentang ni taun ne gere ara maklum
gere sahpe mepum kedelen jema
lagi menulis gere ara maklum
ike rakyat umum i waktu oya
(Abdurrahim Daudy l979, 2l)
Syair ‘Sejarah Daerah Dan Suku Gayo’ terdiri dari dua jilid. Jilid Satu ditulis tertanda Baleatu, Takengon, 8 Safar l379/l3 Agustus l959. Sedang Jilid Dua, ‘Asal Mulo Kerejen Bukit’ ditulis tertanda Baleatu, 7 Rab. Akhir l379/5 Oktober l959.
Sekadar untuk mengetahui riwayat penerbitan buku ini dalam kata pendahuluan ada ditulis, naskah Sejarah Daerah dan Suku Gayo karya Tgk Abdurrahim Daudy ini, mula-mula diterbitkan dalam bentuk stensilan oleh ‘Dokumentasi L.K.Ara’. Jilid pertama terdiri dari 295 bait puisi terbit pada tahun l97l dan jilid kedua terdiri dari 359 baitu puisi terbit pada tahun l972. Naskah aslinya sebelum diterbitkan ditemukan dari Saudara Drs. R. Ahmad Banta dan atas bantuan Saudara Aman Patriakala dapat diterbitkan dalam bentuk stensil (Abdurrahim Daudy l979, 9).
Di dalam Syair keagamaan dibicarakan kepentingan agama. Mencakup bidang aqidah, syari’ah dan akhlaq. Sebuah contoh mengenai aqidah berkenaan dengan ‘ke-esaan Allah’. Berikut ini dipetik penggalan syair Tgk Abdul Jalil Bahagia,
Allah taa’ala Tuhen Pencipta
Maha Esa wan tulu perkara
Esa wanni zat, sipet dan buwet
Maha bulet gere muroa
Bile Tuhen mubilang dele
Pasti kenake mubeda-beda
Bile mubeda kemuen dan kenak
Enge pasti rusak alam semesta
Terjemahan:
Allah taa’ala Yang Maha Pencipta
Maha Esa dalam tiga
Esa dalam zat, sifat dan kerja
Maha Esa tiada tara
Bila Tuhan dua dan tiga
Pasti kemaun berbeda-beda
Bila bertentangan kemaun dan kehendak
Pastilah rusak alam semesta
(Ali Murtadha M.Arifin l982, 6l-62)
Syair keagamaan juga bicara soal ibadah manusia kepada Tuhan. Dan itu dilakukan manusia karena ia merasa berhutang kepada Tuhan. Seperti kata seorang tokoh sufi Hatim Al-Asham, ‘Aku mengetahui bahwa aku punya hutang kepada Tuhan yang tak ada orang lain bisa membayarnya kecuali aku sendiri; karena itu, aku
berupaya membayarnya’ (Al-Hujwiri l992, 25). Di dalam syair keagamaan juga diperlihatkan pengajaran kepada manusia, bagaimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhan, tata cara sembahyang, berpuasa dan lain-lain. Ada juga tema syair keagamaan yang bicara tentang kematian dan bagaimana kelak diakhirat manusia bangkit kembali. Syair berjudul ‘Si Bernyawa Mate’ karya Tgk H. Harun Rasyid ini menceritakan bahwa setiap orang akan merasakan mati. Ikutilah penggalannya,
Wo suderengku rata bewenne
pesan ni Tuhen enti lale
si bernyawa murasai mate
gere sahanpe si gere benasa
Si berkuasa tinggi pangkat
si miskin hidupe mularat
sekali pun sipil atawa alat
so luang let turah i rasa
(Harun Rasyid l994, 52)
Terjemahan.
Wahai, saudaraku seluruhnya
pesan Tuhan jangan lalaikan
yang bernyawa akan merasai mati
tak satupun yang tak binasa
Yang berkuasa tinggi pangkat
yang miskin hidupnya melarat
apakah sipil atau pun alat negara
liang lahat mesti dirasa
(Harun Rasyid l994, l6)
Syair berjudul ‘Rukun Tigebelas’ karya Tgk H. Geucik Mongal ini mengungkap syari’ah berupa penerapan aqidah. Puisi syair yang menceritakan ketentuan yang terdapat dalam sembahyang. Petikannya,
Rukun tigebelas dele paedahe
sudere si munenge ini kami atur
ike tengah murip ibedet gere lale
apabile mate pahlae munajur
Kami tiro maaf kutengku sipane
kin lebih kurange enti kin buah tutur
sikerna kamini asal kaji bale
ari berani nate mah mudeni umur
Pertama niet mulo kite bubuh
mumeralai tubuh kase wani kubur
silime waktu enti berteteduh
asal gelah sunguh tengah ara umur
Yang kedue le berdiri tepat
Meluesen tempat lintang urum bujur
iyatan semala menghedep kiblat
membueten tobat le enti tekabur
Ketige tekebir le sarat mengangku
kin gantini lampu si terang musempur
ingen kemiring tatangni pumu
Tuhen yang satu sipane munatur
(Geucik Mongal l97l, l2)
Rukun sembahyang seperti diceritakan diatas terdapat juga dalam syair simbolik sasra Indonesia lama. Baik di dalam syair berjudul ‘Syair Bayan Budiman’ maupun ‘Syair Burung’. Secara keseluruhan memang ‘Syair Bayan Budiman’ merupakan percakapan burung, namun isi percakapan burung itu mengenai Islam dan iba
dah. Coba kita ikuti petikannya,
Merbah menjawab dengan ikhlas
Rukun sembahyang itu tiga belas
Hendaklah amalkan janganlah malas
Di akhirat jemah beroleh balas
Pertama niat di dalam hati
Kedua tertib diingati
Mengaturkan dia berganti-ganti
Supaya sah amal solati
Ketiga berdiri dengan betulnya
Jikalau tidak dengan uzurnya
Keempat takbir serta niatnya
Supaya sah amal solatinya
(Antologi Syair Simbolik, 29-30)
Syair yang berisi cerita-cerita keagamaan yang berbicara mengenai akhlak didalam syair Indonesia-Melayu kita kenal seperti, ‘Syair Nur Muhammad’, ‘Syair Nabi Allah Yusuf’, dan ‘Syair Nabi Allah Adam’. Pada ‘Syaer Gayo’ dapat kita lihat syair berisi cerita-cerita keagamaan misalnya pada syair karya Tgk. Abdurrahim
Daudy yang berkisah tentang Nabi Allah Daud. Petikannya,
Alhamdulillah mulo tersebut
i masa Nabi Daud sara cerite
awalni kisah menurut meksud
nume Nabi Daud si male i eja
Delem pede beta tikik i seder
kati tepat benyer kati paham makna
kati selese mutamah sareh
kati perseh mutamah nyata
Istrini Daud sembilen puluh sembilen
urum inen Seleman seratus jema
umurni Daud terbagi tulu
i bagi waktu i sipet masa
Sara bagi munukumni manusie
bagi kedue ibedet shafa
bagi ketige pitu sentabi
urum istri bergalak raya
Nabi Daud leinge temas
lagu si mulemas sembilang poa
menurut tarekh ike pasal leng
gere ara banding seluruh donya
Manuk temerbang renyel mutouh
ulung kayu ruluh tampuke mala
weis mujaril gere ne manut
mumengen lemah lemut makripet suara
(Abdurrahim Daudy l982, 8l)
Syair nasihat ingin menyampaikan nasihat berupa pengajaran kepada semua orang. Di dalam syair nasihat biasanya isinya disampaikan secara umum kepada pembaca. Namun ada yang khusus ditujukan misalnya kepada kanak-kanak, remaja dan orang dewasa lelaki dan perempuan. Syair nasihat umumnya disukai orang seperti kata C.Hooykaas, ‘Bentuk syair itu amat digemari untuk syair nasihat, oleh karena mudah dihafal'( C.Hooykaas, l98l, 9l). Berikut ini kita ikuti sebuah syair berisi nasihat karya Tgk. H. Sulaiman (lahir l936) berjudul ‘Menuntut Ilmu’. Petikannya,
Menuntut ilemu i wajipen Tuhen
kusi rawan banan serta tue mude
sekali pun jarak turah i perahi
sawah ku mekah ku nenggeri Cine
Walaupun i wan nilauten api
turah i senumi sampe emeh jiwe
asal enti rede menuntut aku
tentang ni paningku terserah ku Tuhen
Kerna ilemu lekin suluh terang
ilemu mumanang jeroh urum gere
kegere ilemu selo kin sah beta
Rasulullah telah bersabda
Ke gere ilemu bewene kurang
biyer perang sampe emeh tenege
ke gere ilemu selo mujadi
biyer neik haji emeh belenye
Ke gere ilemu selo mu pahla
biyer puasa ari soboh ku iyo
ke gere ilmu gere mu paedah
biyer bersedekah beribu repiye
Tengku-tengku si layak patut
enti surut belejermi kite
(Sulaiman l992, l)
FUNGSI DAN PENYEBARAN
Syaer Gayo sejak dahulu disampaikan dengan cara lisan. Sebuah group mendendangkan syaer Gayo biasanya terdiri dari 20-an orang. Mereka mengisi pada acara-acara tertentu misalnya pada acara hari-hari besar Islam, hari pesta perkawinan, hari mauludan dan sebagainya. Kelompok pendendang syaer terdiri dari grup
wanita dan pria. Di beberapa kampung ada juga kelompok yang terdiri dari kanak-kanak. Pada setiap kelompok biasanya ada satu atau dua orang syekh (syeh=ceh) syaer. Syeh syaer harus mempunyai suara yang merdu, karena sebagai seni pertunjukkan ‘Syaer Gayo’ mengedepankan suara sebagai alat pertama untuk berkomunikasi dengan penonton atau pendengar. Penampilan phisik berupa
gerak merupakan alat pendukung agar indah dipandang. Bila di daerah Gayo kita mengenal sebutan syeh atau ceh syaer, untuk penghubung di antara pencerita dengan pendengar di tempat lain ada yang menyebut ‘tukang kaba’ atau ‘tukang cerita’. Untuk
maksud yang serupa di Brunei disebut ‘menambang syair’. Seperti kata Awang bin Ahmad, ‘Dalam istilah tempatan terdapat satu istilah ‘penambang syair’ yang bermaksud membaca syair dengan nada berlagu, berbeza daripada cara membaca syair biasa’.(Awang bin Ahmad l989, l6). Bagaimana cara ceh syaer membawakan puisi-puisinya? DR M.Junus Melalatoa menceritakan, ‘Para Ceh itu mendendangkan puisi-puisinya dengan lagu-lagu tertentu. Puisi dengan lagu itu kemudian diikuti oleh para pengiringnya; demikian seterusnya berulang-ulang sampai selesai didendangkan suatu tema tertentu. Satu group mendendangkan puisi-puisinya dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya setengah jam, kemudian diganti dengan group lain atau group lawan’ ( M.Junus Melalatoa l99l/l992, l9). Berbeda dengan bentuk kesenian lain di daerah Gayo, seperti ‘melengkan’, ‘guru didong’, ‘sebuku’, yang bertanding secara pribadi, maka bentuk seni ‘didong’ dan ‘syaer’ dipertandingkan baik person atau group, mereka tampil sebagai mewakili kesatuan sosial tertentu. (lih. M.Junus Melalatoa l983, 233).
Dalam pagelaran seni ‘Syaer Gayo’ para syeh syaer biasanya memulai dengan ucapan Bismillahirahamanirrahim. Kemudian dilanjutkan dengan membacakan ayat kitab suci Al-Qur’an atau hadis Nabi. Kadang-kadang ayat kita suci tidak seluruhnya dibaca karena pada bagian akhir diucapkan ilach (seterusnya). Setelah itu barulah dimulai mendendangkan syair. Pada saat pementasan seni Syaer Gayo semua peserta berusaha menghayati puisi yang didendangkan ceh syaer. Lagu yang indah yang dibawakan oleh ceh yang bersuara merdu lalu diikuti beramai-ramai secara koor oleh peserta dalam group itu. Selain menampilkan suara kadang-kadang pemain juga menggerakkan anggota tubuh, bahu, kepala dan lain-lain mengikuti irama lagu yang sedang didendangkan. Ceh syaer yang memiliki suara merdu biasanya juga faham
tentang agama Islam. Selain membawa syaer mereka ada juga yang berbakat menulis puisi ‘Syaer Gayo’. Hal ini misalnya dapat kita lihat pada Tgk Abdurrahim Daudy. Beliau mula-mula dikenal sebagai ulama yang berpengetahuan laus. Kemudian Abdurrahim menulis puisi dan sekaligus mendendangkannya. Sebagai penyair ia telah menulis ratusan puisi. Antologi puisi syaernya yang telah terbit antara lain, ‘Sejarah Daerah dan Suku Gayo’, ‘ Pedukah’ dan ‘Hukum Hari
Kiamat’.
Seorang ceh syaer wanita yang termashur pada zaman Tgk Abdurrahim Daudy dan Tgk Yahya adalah Inen Pasa (meninggal l993). Selain mempunyai suara merdu Inen Pasa mempunyai daya tangkap yang bagus dan daya ingat yang kuat serta wajahnya pun rupawan. Syair-syair yang sering dibawakan oleh Inen Pasa adalah karya-karya penyair Tgk Yahya, Tgk Aman Jenen, Tgk Aman Srikuli. Sebuah
syair epos berjudul ‘Inen Mayak Teri’ karangan Tgk Aman Jenen pernah dibawakan Inen Pasa ketika mengantar rombongan pejuang pergi berjuang melawan musuk ke garis depan.
Seorang ceh syaer wanita lainnya yang mempunyai suara merdu dan sering membawakan puisi ciptaan Tgk Yahya bin Rasyid adalah Tgk. Siti Jeriah. Siti Jeriah kemudian dalam perjalanan hidupnya bertemu dengan Tgk Abdurrahim Daudy. Setelah cukup lama berkenalan sang penyair lalu mempersunting sang pendendang syaer. Tgk Aburrahim Daudy menikahi Tgk Siti Jeriah dan membuahkan 5 orang
anak.
Inen Hasan merupakan Ceh Syaer tersohor dari kampung Kebayakan. Ia sering membawakan syair ‘Hikayat Amat Lefiah’ dan ‘Hikayat Hasan Husin’. Kedua hikayat ini sering ditampilkan dalam beberapa babak karena puisinya cukup panjang. Inen Hasan sering bertanding dengan Inen Pasa dari kampung Kutelintang dan Tgk Siti
Jeriah dari kampung Kung.
Kampung Kutelintang selain memiliki Ceh Syaer Inen Pasa juga mempunyai penyair Tgk Ali Hasan (Genicis) (meninggal l990) dan Tgk Suwet. Tgk Ali Hasan bersama Tgk Aman Lanyut (Buing) pernah bersama-sama mendirikan group Syaer Muzakarah.
Ahli sejarah seni sastra mungkin akan dapat mencatat bahwa zaman keemasan ‘Syaer Gayo ‘ pada masa Tgk Yahya dan Tgk Abdurrahim Daudy. Setelah tokoh-tokoh seni ‘Syaer Gayo’ itu meninggal, kehidupan seni ‘Syaer Gayo’ mulai lesu. Ada memang usaha untuk menggiatkan seni syaer yang bernafas Islam ini. Pada tahun l97l diadakan sayembara penciptaan ‘Syaer Gayo’ oleh Kasi Kebudayaan pada Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudyaan Kabupaten Aceh Tengah bersama Panitia Hari Raya Besar Islam setempat dalam rangka menyemarakkan Hari Raya Idhul Adha. Ketika itu Pantia menetapkan dua judul, Hari Raya Qurban (Idhul Adha) dan Riwayat Penyembelihan Ismail. Sayembara ini mendapat sambutan hangat, ditandai dengan banyaknya peserta sayembara termasuk diikuti oleh penyair-penyair kenamaan seperti, Tgk. Abdul Jalil Bahagia, Tgk. H. Geucik Mongal, Tgk. Syeh Midin. Sebagai hasil sayembara terkumpul sejumlah puisi ‘Syaer Gayo’ yang bermutu. Pada tahun l97l naskah pilihan itu diterbitkan dibawah judul ‘Serangkum
Syaer Gayo’ oleh ‘Dokumentasi L.K.Ara’ dalam bentuk stensilan dengan jumlah eksemplar terbatas. Usaha sayembara itu tidak berlanjut sehingga seni syaer lesu kembali. Begitulah seni Syaer Gayo berada dalam keadaan sepi bahkan merana selama lk 20 tahun.
Pada tahun l99l Yayasan Nusantara menyelenggarakan Festival Syaer Gayo se Aceh yang diadakan di Gedung Olah Seni Takengon. Festival bermaksud mencari dua hal, yakni berusaha mencari puisi syaer yang bermutu tinggi serta mencari group Syaer Gayo yang trampil dan artistik. Untuk merangsang peserta ketika itu Yayasan
Nusantara menyediakan piala dari LAKA Pusat, Kadis P dan K Aceh, Kadis Pariwisata Aceh dan lain-lain.(Analisa l99l).
Bibliografi
Abdurrahim Daudy,Tgk. l979.’Sejarah Daerah dan Suku Gayo’.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
———————-, l982.’Hukum Hari Kiamat’ didalam antologi ‘Bunga
Rampai Cerita Rakyat Gayo’
———————-, l984. ‘Pedukah’. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta.
Al-Hujwiri, l992. ‘Kasyful Mahjub’ (Risalah Persia Tertua Tentang
Tasawuf). Penerbit Mizan, Bandung.
Ali Murtadha M. Arifin BA, l982. ‘Saer Gayo Sebagai Media Dakwah Di
Aceh Tengah'(skripsi). Intitut Agama Islam Negeri
Jamiah Ar-Raniry, Banda Aceh.
Analisa, Harian. l99l. ‘Lomba Cipta Dan Penampilan Grup Saer Gayo di
Takengon’, Hr Analisa tgl 3 April l99l, Medan.
Antologi Syair Simbolik, tt. ‘Antologi Syair Simbolik Dalam Sastra
Indonesia Lama’. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta.
Awang bin Ahmad, l989. ‘Pengantar Sastra Lama Brunei’. Dewan Bahasa
dan Pustaka, Brunei.
Chalidin, Tgk.l99l. ‘Syaer-syaer Tgk. Chalidin'(tulisan tangan).
Dokumentasi L.K.Ara, Jakarta.
C.Hooykas, l98l. ‘Perintis Sastra’. Fajar Bakti, Kuala Lumpur.
Geucik Mongal, Tgk.H. l97l. ‘Beberapa Saer Geucik Mongal’ (stensilan).
Dokumentasi L.K.Ara, Jakarta.
Harun Mat Piah,DR. l989. ‘Puisi Melayu Tradisional’. Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kuala Lumpur.
Harun Rasyid, Tgk.H. l980. ‘Alam Kubur’.Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta.
————————, l994. ‘Alam Kubur'(cetakan kedua). Balai Pustaka,
Jakarta.
M.Junus Melalatoa, DR. l983. ‘Pseudo Moiety Gayo, Suatu Analisa
Tentang Hubungan Sosial Menurut Kebudayaan
Gayo'(desertasi). Jakarta.
———————— , l99l/l992. ‘Didong Kesenian Tradisional Gayo’.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta.
Sulaiman, Tgk.H.l992. ‘Syaer-syaer Tgk.H.Sulaiman'(tulisan tangan dan
ketikan). Dokumentasi Drs. Mulyadi Satriarga,
Jakarta.
W.J.S. Poerwadarminta. l986. ‘Kamus Umum Bahasa Indonesia’. Balai
Pustaka.
Filed under: Syair Gayo |
berizin Bapak LK Ara yang telah mempublikasikan saer Gayu mudah-mudahan ada manfaatnya hususnya kinurang gayo, karena saer gayo sudah tidak pernah lagi tanpil pada acara-acara yang seharusnya tempil, ini mungkin karena kebanyakan ceh-cehnya sudah tidak ada lagi , maka saya mohon kepada ceh saer /dunator agar menghidupkan lagi kesian yang sangat bernapaskqan Islam itu
Terimakasih atas komentar anda.
belangi olok bebewene